Tentang Berbicara Pada Diri Sendiri Sebagai Output

Ceritanya beberapa hari lalu YouTube merekomendasikan sebuah video di halaman beranda YouTube saya, di mana di dalam video itu seorang pria tua bule mengomel-ngomel tentang para polyglot (orang yang bisa berbicara banyak bahasa) yang menurut dia pembohong semua. 

Bicara Sendiri Bahasa Koreanya
Kalau ใ…… bertemu ใ…, dibaca ใ„ด


 
Saya awalnya tertarik karena saya sendiri sudah lama memikirkan metode-metode yang direkomendasikan influencer tapi tidak masuk akal bagi saya. Misalnya, ada influencer di YouTube yang mengatakan untuk menguasai bahasa asing itu cukup mendengar saja audio bahasa itu sepanjang hari tanpa perlu berusaha mengerti. Ada juga influencer lain yang bilang cukup baca buku saja sebanyak-banyaknya tanpa perlu buka kamus. Begitu saja pasti jadi lancar ngomong bahasa asing? Ajaib kali? Pasti bohong! Bagi saya metode-metode seperti itu tidak masuk akal tapi susah juga menampiknya karena saya tidak menguasai banyak bahasa dan tidak sejago mereka yang pendapatnya bagi saya terasa sangat aneh tersebut. 

Menurut saya mereka jadi sangat lancar berbicara bahasa asing karena memang rajin latihan berbicara dengan tutor pribadi yang mereka bayar, bukannya karena metode-metode belajar tidak masuk akal itu.

Saya lebih percaya pada orang yang bilang bahwa kita belajar dengan cara melakukan. Kalau banyak membaca, kita akan jadi lancar membaca. Kalau banyak mendengar (dengan berusaha memahami lho ya, bukan dijadikan background tanpa diperhatikan), kemampuan listening kita akan meningkat. Kalau banyak menulis, kita akan jadi pintar menulis. Dan kalau mau bicara, ya harus banyak-banyak bicara, paling tidak berlatih pengucapan atau menerjemahkan pikiran kita sehari-hari ke dalam bahasa asing tersebut kepada diri sendiri dengan cara berbicara sendiri.

Oh iya, ada juga influencer yang melarang untuk menerjemahkan dan harus memaksa diri berpikir dalam bahasa asing tersebut. Itu juga bagi saya tidak masuk akal karena selama masih belum pintar, atau setidaknya tingkat dasar, kalau dipaksa berpikir dalam bahasa asing pasti otaknya jadi blank, ya kan? Menurut pengalaman saya, kemampuan berpikir dalam bahasa asing itu terjadi dengan sendirinya kalau sudah tingkat menengah dan lanjut. Tidak perlu dipaksa-paksa. 

Kalau bisa menerjemahkan kalimat-kalimat panjang malah bisa bekerja jadi penerjemah.

Malah kalau kita mau cepat menjadi komunikatif pada tingkat dasar, sebaiknya kita pikir dulu kalimat pendek dalam bahasa kita sendiri lalu mencoba menerjemahkannya dengan kosa kata yang kita sudah kuasai meskipun masih terbatas. Itu menurut saya sih. "Pergi ke sekolah" bahasa Koreanya apa ya? Sambil mengingat-ingat, kita kemudian baru sampai pada jawabannya. Ke sekolah itu ํ•™๊ต์—...? Pergi? Apa ya? ๊ฐ€์š”? ํ•™๊ต์— ๊ฐ€์š”. Kalau disuruh langsung mikir bahasa Koreanya, ya nggak mungkin dong. Nanti setelah beberapa kali mengingat-ingat seperti itu, baru bisa langsung ke bahasa Koreanya, tidak perlu lewat bahasa Indonesia lagi. Dan itu terjadi dengan sendirinya setelah pengulangan yang cukup kalau menurut saya.

Jadi sebetulnya metode belajar bahasa menurut pada influencer di YouTube itu bukan kebenaran yang mutlak dan bisa saja berbeda-beda untuk setiap orang. Dan bisa jadi ada juga yang bohong.

Tapi terus ya, kembali ke kakek yang sedang mengomel dalam video itu. Dia tidak menyebutkan tentang para influencer yang ada di benak saya yang saya tulis di atas sama sekali. Dia bicara tentang metode-metode lain yang saya belum pernah dengar sebelumnya, cara memakai pulpen warna-warni atau apa gitu, lupa deh. Terakhir dia bilang bahwa ada influencer yang bilang berbicara sendiri itu bisa lancar ngomong bahasa asingnya. Itu omong kosong, itu nonsense, kata dia.

Lho kenapa nonsense? Bener kok itu. Saya termasuk orang yang percaya bahwa output itu penting sekali dalam belajar bahasa dan daripada nungguin sampai berteman sama orang Korea, ya latihan speaking-nya dengan cara bicara pada diri sendiri saja.

Karena iseng, saya menulis komentar di bawah video: It's not nonsense. If you know how to say something to yourself, you'd also know how to say it to anyone else. (Nggak omong kosong dong. Kalau kamu tahu bagaimana mengatakan sesuatu pada dirimu sendiri, kamu juga bakal tahu cara mengatakannya pada orang lain.) 

Ternyata kakek pemilik video itu menjawab komentar iseng saya. Dan cukup panjang pula. Singkatnya menurut dia language acquisition itu sesuatu mental phenomenon yang sangat kompleks, yang tidak mungkin dipahami orang-orang yang cuma menebak-nebak saja. (Jadi dia merasa lebih tahu tentang ilmu sains tentang penguasaan bahasa asing. Orang lain cuma nebak-nebak.) 

Saya kutip langsung kalimat dia yang paling penting yang menolak cara latihan dengan berbicara pada diri sendiri: Saying things to yourself does not lead to the type of abstract implicit mental representation (type of knowledge) that allow us to speak spontaneously. (Berbicara pada diri sendiri tidak akan mengantarkan kita pada tipe representasi mental implisit abstrak (yaitu suatu tipe pengetahuan) yang memungkinkan kita untuk berbicara secara spontan).

Implicit mental representation itu apaan sih? Gak ngerti saya. Paling sebel kalau berdebat sama orang pintar, kalau ngeles, dia pakai istilah-istilah sulit untuk menunjukkan bahwa dia lebih pintar dan kita tidak bisa membantah dia lagi karena kita nggak ngerti dia ngomong apa. Tapi itu cuma komentar di YouTube dan saya malas membuang waktu di situ. Mendingan nge-blog di blog sendiri saja. 

Jadi begini, Saudara-saudara. Untuk berbicara secara spontan, kita perlu berulang-ulang mengatakan pada diri kita sendiri sampai kata-kata itu bisa keluar secara spontan. Dan ini bukan omong kosong. 

Contoh, meskipun pemula, kita gampang sekali bilang ์•ˆ๋…•ํ•˜์„ธ์š” [annyeong haseyo] dan ์‚ฌ๋ž‘ํ•ด์š” [saranghaeyo] kan? Kalau misalnya ketemu sama bintang idola Korea, pasti deh langsung bisa ngomong kedua kalimat itu kepada mereka asal nggak gugup atau salting (ngebayangin ketemu Lee Hong Gi). Kenapa? Karena walaupun tinggal di Indonesia, kita semua sering banget ketemu kedua kalimat itu di iklan, lagu Korea, drama Korea, dsb. Lalu berapa kali Anda mengatakan kedua kalimat itu pada diri sendiri? Pasti cukup sering sampai-sampai kita "menguasai" dan "bisa bicara lancar bahasa Korea" kalau cuma kedua kalimat itu.

Berarti kan intinya adalah pengulangan dan banyak-banyak melakukan (baca, tulis, dengar, dan bicara) sampai bisa keluar spontan. Dan semua itu bisa dilakukan sendiri tanpa menunggu ada audience. Kalau latihan pidato atau wawancara pekerjaan, biasanya kan kita latihan berbicara sendiri di depan cermin supaya nanti ketika berbicara di depan orang, nggak malu-maluin? Pasti nggak nungguin orang ngumpul dulu baru mau latihan.

Kenapa harus menunggu hasil riset para peneliti yang mengatakan berbicara pada diri sendiri itu efektif lalu baru kita lakukan? Kenapa menunggu instruksi dari ilmuwan dan peneliti? Buat apa coba? Menunggu izin ilmuwan? Lalu kalau misalnya nih. Misalnya hasil penelitian mengatakan tidak mungkin bisa bicara bahasa Korea kalau tidak tinggal di Korea? Lalu apa? Apakah kita berhenti belajar bahasa Korea? Kan nggak. Karena belajar bahasa Korea itu menyenangkan. Kalau bisa bahasa Korea meskipun sedikit saja, menikmati hiburan dari Korea jadi lebih seru. Hidup jadi terasa lebih indah.

Menurut saya belajar bahasa dengan berbagai metode itu nggak apa-apa. Ada metode yang cocok dan ada yang nggak cocok bagi diri kita. Yang penting kan dapat ilmu baru, kosa kata baru, tata bahasa baru, contoh kalimat baru. Yang penting kemampuan jadi tambah terasah, sedikit demi sedikit, dari hari ke hari.

Sesama orang yang belajar bahasa Korea, juga nggak mungkin setara semua kemampuannya. Ada orang seperti saya yang suka belajar yang gampang-gampang saja, sesuka hati, dan tanpa tujuan tertentu yang mungkin juga memang tidak efisien. Tapi karena saya belajar bahasa Korea sebagai hobi, yang lebih penting itu bagaimana caranya supaya saya tetap senang dan tidak berhenti belajar. Ada juga orang yang giat dan cepat sekali belajarnya, setahun-dua tahun langsung lulus TOPIK level 6. Ada yang pindah ke Korea untuk sekolah bahasa. Ada juga yang nggak pernah pakai uang sama sekali untuk buku atau kelas tapi lulus TOPIK level 5. Macam-macam pokoknya. Dan itu semua nggak apa-apa. It's all okay. ๋ชจ๋‘ ๋‹ค ๊ดœ์ฐฎ์•„์š”.

Saya sedang senang memakai percakapan dari Naver Dictionary sebagai bahan pelajaran saya. Kan ada terjemahan bahasa Inggrisnya gitu. Setelah mempelajari kalimat bahasa Koreanya, saya coba menerjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Korea lagi. Dan tentu saja... tertatih-tatih dong, terbata-bata dong, sebelum akhirnya bisa benar semua. Untungnya cuma sendirian, coba kalau sama orang Korea gitu, kan kasihan orang Koreanya!

Saya akan terus berlatih bicara bahasa Korea kepada diri sendiri walaupun ada orang di YouTube yang skeptis dengan cara saya ini. ์ƒ๊ด€ ์—†์–ด์š”! ###

Komentar

✨BACA JUGA

Level 4B - King Sejong Institute Online Korean Level Test

Lulus TOPIK II Level 6

[Download Buku] Bahasa Korea Terpadu untuk Orang Indonesia

Buah Pir (๋ฐฐ) Korea ๐Ÿ

Belajar Bahasa Korea dari Lirik Lagu "Queencard" oleh (G)I-DLE